Kamis, 29 Januari 2009

WE WILL NOT GO DOWN IN GAZA TONIGHT (Song for Gaza)








(Composed by Michael Heart)

Copyright 2009

A blinding flash of white light
Lit up the sky over Gaza tonight
People running for cover
Not knowing whether they’re dead or alive

They came with their tanks and their planes
With ravaging fiery flames
And nothing remains
Just a voice rising up in the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight

Women and children alike
Murdered and massacred night after night
While the so-called leaders of countries afar
Debated on who’s wrong or right

But their powerless words were in vain
And the bombs fell down like acid rain
But through the tears and the blood and the pain
You can still hear that voice through the smoky haze

We will not go down
In the night, without a fight
You can burn up our mosques and our homes and our schools
But our spirit will never die
We will not go down
In Gaza tonight


Met Hari Lahir to My Father (Alm)...

Hari ini tanggal 29 Januari adalah Hari Lahir Alm. Ayahku yang ke-62.. tidak ada yang bisa ku berikan selain Do`a dan tulisan ini sebagai tanda kenangan yang masih teringat dan yang sempat aku tuliskan. Met Hari Lahir Ayah ...


Firasat

Hari itu tanggal 12 Oktober 2004 sekitar pukul 16.00 (sore) Waktu Malaysia, tiba-tiba ada perasaan aneh, nggak enak dan ada getaran “lembut” pada tubuhku. Tanganku gemetar. Jadi, aku hentikan dulu kerjaan ku (memotong huruf di karton buat banner/spanduk). Kutanyakan pada Kori temanku soal apa yang kurasakan, kebetulan dia ada di dekatku. Kami tidak menemukan jawabannya. Aku pun tidak terlalu menanggapinya dengan serius. Besok paginya, sehabis shalat shubuh, aku terima sms dari Keluarga di Palembang, yang mengabarkan kalau Ayahku masuk rumah sakit kemarin selepas magrib, aku mencoba untuk tetap tenang. Aku tidak ingin orang lain tahu, khawatir nanti teman-temanku ikut cemas. Aku berusaha untuk tidur lagi, tapi ternyata sulit untuk tidur lagi, yang ada dalam pikiranku udah tidak tenang. Pasalnya, kalau ayahku sampai masuk rumah sakit, itu berarti sudah lumayan parah.

Itulah salahnya, mestinya aku udah mengira, pasalnya udah dua kali aku telepon ke rumah, biasanya ayah yang pertama angkat telepon dan ngobrol-ngobrol cukup lama, tapi waktu itu tidak, waktu ku tanya, ibu bilang Ayah lagi sakit biasa. Waktu dengar itu aku sempat cerita sama dwi temanku, karena aku minta tolong nemenin aku beli Ring-Ring Card (Kartu Telepon semacam Beken keluaran Telkom kalau di Indonesia), karena waktu itu obrolan terputus. Jadi, terakhir aku ngobrol dengan ayahku pada malam hari kemerdekaan Malaysia (31 Agustus 2004). Yang waktu itu teman-teman lagi masak makanan, sedangkan aku nelpon, selesai nelpon, teman-teman udah bubar, lalu aku diajak teman jalan sama Bang Don, aku langsung ganti pakaian.

Mestinya waktu itu aku “paksa” agar ayahku segera diobati ke rumah sakit, tapi juju raja, uang darimana? Sedangkan uang yang aku kirim saja tidak termasuk biaya kesehatan. Di keluarga kami “berusaha” untuk survive agar tidak sakit (sakit yang mesti di bawa ke dokter), kalaupun sakit, paling-paling obatnya istirahat, banyak-banyak minum air putih, atau menggunakan cara tradisional, atau beli obat di apotik. Biasanya itu semua sudah cukup, karena alhamdulillah penyakitnya tidak ada yang “bandel”. Kalau bisa dibilang, ayah mulai kadang-kadang sakit sejak pensiun dari kerjanya. Makanya aku lebih kalau ayah kerja atau punya aktivitas, misalnya memelihara ikan, ayam dan burung, atau tanaman di atas rumah kami.

Sewaktu ayahku menulis surat untukku (ternyata itu surat pertama dan terakhir untukku dari ayah), aku ingin mengatakan pada ayahku, agar menambah aktivitas dengan menulis pengalaman-pengalamannya selama ini, agar bisa dijadikan bahan “sejarah” dan pelajaran bagi kami. Namun, ternyata hal itu belum sempat terlaksana.

Makanya, beberapa tahun yang lalu, aku memutuskan untuk mulai menulis, meski belum menjadi penulis professional seperti profesi ayahku yang seorang wartawan, kayaknya “darah” menulis ayahku turun padaku ^-^. Ku berharapn apa yang ku tulis bisa bermanfaat bagi diriku, maupun orang lain, baik saat ini maupun yang akan datang, setidaknya tulisan-tulisanku menjadi “saksi” keberadaanku di dunia…^-^

Kembali ke sms yang akau terima pagi itu, kebetulan hari itu pun seharian mendung, seolah-olah menggambarkan keadaan diriku yang lagi mendung. Hal ini sempat akau sampaikan ke teman-teman, diantaranya Kori, Ririn, Dwi. Hari itu kalau tidak salah, hari selasa 12 Oktober 2004, aku kurang bersemangat, bahkan bisa dibilang bulan Oktober ini aku mulai kurang semangat, seperti ada yang lain pada diriku. Aku minta maaf pada teman-teman karena tidak memberi tahu mereka tentang keadaanku. Apa memang tidak terlihat ya?

Sebenarnya aku mau curhat sama teman-teman, tapi aku mengurungkan niat ku ini, karena aku melihat teman-temanku sudah punya masalah mereka masing-masing, aku tidak mau menambah “beban” teman-teman. Tapi, sebenarnya aku hampir cerita pada Kori, saat itu kita sedang ngobrol dengan Bang Jeff di belakang mess malamnya, tapi gak jadi, terus waktu aku ngajak beli Ring-ring Card hari Rabu Malam, yang pulangnya aku makan sendirian di Kedai Ajo, saat itu ada Reni, kalau saja Reni duduk menemaniku, mungkin aku akan cerita padanya J. Saat itu juga ada Kori dan Dwi lagi sibuk OT (Lembur), nggak enak juga mau ngobrol di office saat mereka lagi kerja. Sebenarnya kelihatan kalau aku saat itu lagi sering termenung sendiri. Akhirnya aku putuskan untuk pergi jalan sendiri menikmati hembusan angina malam, dan menikmati setiap langkahku, sambil berdo`a agar tidak terjadi apa-apa seperti yang kurasakan saat itu.


Innalillaahi WaInna Ilaihi Roji`un

Hari Kamis, 15 Oktober 2004, seperti biasa kerja, karena malamnya adalah Shalat Tarawih pertama, tanda besoknya kita mulai menjalani Puasa pertama di bulan Ramadhan. Waktunya pulang kerja, aku langsung Punch Clock (Cek Absen). Saat itu aku masih sempat ke warnet untuk kirim email. Di Email tersebut aku minta tolong teman di Palembang buat menjenguk ayahku yang sedang sakit, maksudku nanti bisa segera kasih kabar padaku. Hal ini juga ku lakukan melalui sms beberapa hari yang lalu, namun karena aku mengirim sms pakai no.hp nya harfei, ada misunderstanding, dikiranya Ayahnya Harfei yang sakit, aku pun sempat berpikiran seperti itu setelah sadar saat sms sudah dikirim, sedangkan aku tidak kasih nama pengirim. Cuma aku piker kalau mereka mau sedikit usaha, mereka akan bertanya sama adik harfei, Renggo yang kuliah di sana juga, kalau jawabnya Tidak, berarti itu Aku, hei…itu Aku (kayak lirik lagu SO7 aja J).

Malam itu (Kamis), tidak ada perasaan apa-apa, Cuma sedikit bersemangat, karena mau tarawehan bersama-sama teman di Surau dekat rumah/tempat kerja, karena itu moment langka selama aku berada di Malaysia. Jujur aku bahagia sekali…J melihat teman-teman bersama-sama pergi ke surau. Cuma sebelum pergi tersebut, saat melihat Ato, temanku tidak pake sarung karena sarungnya belum dicuci, aku teringat dengan Ayahku, saat sebelum berangkat, menyuruhku agar membawa sarung tersebut. Jadi, aku langsung ke bilik (kamar tidur) dan mengambil sarung yang masih dibungkus untuk dipakai oleh Ato. Selanjutnya, kami semua pergi shalat tarawih.

Sesudahnya kami pulang. Setelah sampai, aku langsung ke bilik, kalau nggak salah, aku langsung lihat Hp, disitu ada pesan untukku. Sebelum membacanya, jantungku sudah berdebar-debar, bersiap-siap menerima kabar dari Palembang Makanya aku tidak terlalu shock membaca sms tersebut, yang ternyata isinya “ Kak Rudy, Ayah meninggal ……”, aku sempat tertegun, begitu baca kata meninggal, aku langsung mengucap “Innalillaahi Wainna Ilaihi Roji`un”, kubaca lagi dengan seksama, ya betul nggak salah. Ku coba menerima takdir ini, berusaha untuk ikhlash dan tenang.

Lalu yang terpikir saat itu adalah Ring-ring Card, aq mesti telepon ke Palembang, tapi di mana ya Ring-ring Cardnya?, setelah ketemu aku langsung ke Office dengan agak terburu-buru. Di ruang makan, kalau nggak salah ada Bang Andrivo, Reni, Andre dan Ririn. Aku Cuma tersenyum pada mereka ketika melewati mereka, lalu bergegas menuju office. Entah apa karena buru-buru dan habis berlari serta turun dari tangga kamar, jantungku berdegup dengan kencang, sambil duduk, aku mulai menekan nomor telepon rumahku di palembang, nggak diangkat, berarti nggak ada orang di rumah, lalu aku telepon rumah nenek dari ibuku yang nggak jauh dari rumahku. Saat itu bibiku yang angkat telepon, dia cerita sedikit kejadiannya. Saat itu keluargaku sudah kumpul di rumah nenek dari ayahku. Aku lupa nomor telepon di sana. Aku coba telepon ke nomor hp kakakku di Palembang. Tidak ada yang angkat, kucoba ulangi lagi, baru ada yang angkat, tapi karena baterainya low bat, sempat terputus berapa kali. Sampai akhirnya ku minta nomor telepon rumah nenekku. Aku telepon ke nomor tersebut, kakak sepupuku yang angkat, dia menanyakan padaku apa bisa pulang atau tidak, kalau seandainya tidak, apakah aku ikhlash kalau di kubur pada hari Jum`at, 15 Oktober 2004 / 1 Ramadhan 1425 H, pukul 16.00 WIB. Aku jawab kalau aku belum tahu, nanti aku coba bicarakan dengan Bang Tilang dulu, tapi seandainya tidak bisa, aku ikhlash. Setelah nelpon, aku rencana mau ngomong sama Bang Tilang (Bos ku di tempatku kerja), aku mau minjam hp temanku dulu, di ruang makan teman-teman pada melhatku, harfei menghampiriku, dia menanyakan kebenaran sms itu, aku jawab dengan senyuman dan anggukan kepala, lalu aku pinjam hp nya, Harfei berusaha menenangkan aku, yang sebenarnya udah mulai sedikit tenang, aku justru jadi kikuk menghadapi teman-teman.

Dari samping belakang rumah aku menuju ke dean, di ruang tengah aku bertemu dengan Kori dan Bibi. Aku lihat Kori sedih sekali sampai matanya berkaca-kaca, seakan ikut merasakan perasaanku saat itu, mereka berusaha menenangkan aku, aku pun berusaha menenangkan Kori. Entah apa ini bawaan sifatku atau apa, aku bisa tenang seperti tidak terjadi apa-apa, mungkin karena ku sudah mengikhlashkan takdir ini. Lagian ku emang mesti tenang agar bisa berpikir dan memikirkan langkah ku selanjutnya apa, karena waktu terus berjalan. Ku harus menemukan jalan keluar buat pulang ke palembang secepatnya agar bisa menghadiri pemakaman alm.ayahku. Meski ku tidak ada di saat terakhir ayahku hidup, ku tidak mau saat yang paling terakhir ini ku tidak bisa hadir.

Setelah itu, kuberanikan langkahku menghampiri Bang Tilang, yang saat itu sedang ngobrol dengan rekannya. Kemudian ku duduk dan mulai membicarakan masalah kepulanganku. Saat itu juga ku mendengarkan penjelasan Bang Tilang. Ternyata masalahnya cukup kompleks juga. Setelah beberapa jam membahas masalah kepulanganku termasuk cara bagaimana teknis kepulanganku. Jadi, aku disarankan kalau sehabis sahur langsung berangkat naik pesawat untuk keberangkatan jam 7 pagi. Bang Tilang juga menyuruhku untuk musyawarah dengan teman-teman, bagaimana baiknya , apa tetap mau pulang besok hari nya atau tunda 1 hari untuk mengurus Visa, agar aku bisa kembali lagi ke Malaysia tanpa mengurus izin baru. Kalau aku pergi besok, berarti izin aku habis.

Teman-temanku pun tampaknya tanpa sepengetahuanku mereka memberi kabar pada teman-teman di Palembang. Sampai-sampai Harfei harus membeli pulsa lagi, karena tadi aku lihat sisa pulsa nya Cuma RM 2, sekarang RM 20-an, saat itu biaya sms internasional masih lumayan mahal. Thanks a lot Friends…. J

Setelah ngobrol dengan Bang Tilang, seperti sarannya tadi, ku dan teman-teman berkumpul di bilik kami. Akhirnya ku tetapkan aku mesti pulang, soal bagaimana nanti di Palembang, aku serahkan semuanya pada Allah, yang penting bagaimana ku bisa sampai tepat pada waktunya, sehingga aku masih sempat untuk menshalatkan dan menguburkan Alm. Ayahku. Dibantu oleh teman-teman, aku mulai berbenah dan berkemas. Andre pun meminjamkan tas nya untukku, tas tersebut sangat memudahkan aku dalam perjalanan nanti. Aku berterima kasih mereka mau menghiburku, sampai-samapai mereka tahan ngak tidur, padahal hari sudah dini hari dan sebentar lagi mau sahur untuk puasa hari pertama.

Setelah kami semua makan sahur, aku dipanggil Bang Tilang, Beliau menanyakan keputusanku. Aku utarakan keputusanku untuk pulang hari ini. Akhirnya abang menyuruhku untuk siap-siap fajar ini juga ke KLIA (Kuala Lumpur International Airport). Tepat pukul 4.30 fajar aku, Harfei, Kori, Dwi dan Bang Tilang menuju KLIA. Hampir saja aku tidak jadi pulang, karena uang untuk pulang ke Indonesia dengan naik pesawat Lion Air, ternyata pas-pasan untuk sampai tujuan ke Jakarta saja (saat itu belum ada jalur terbang langsung ke Palembang, mesti transit ke Jakarta dulu). Sedangkan untuk Jakarta-Palembang, aku tidak ada uang lagi. Untungnya Bang Tilang memberikan pinjaman, namu cukup buat kepulanganku ke Palembang.

Kuala LumpurJakarta

Jujur saja aku sempat bingung, bagaimana tidak bingung, aku belum pernah naik pesawat sekali pun. Udah gitu jalurnya jauh pula, antar bangsa. Kalu tidak mikir mau ketemu Alm. Ayah buat terakhir kali, nggak tahu jadi nya gimana. “Petunjuk” yang diberikan Bang Tilang, jujur aku masih bingung, namun aku hanya berdo`a dan tawakkal, aku mohon Alah memudahkan dan menolong perjalananku ini selamat sampai tujuan. Sambil membuka mata dan telingaku, aku berusaha mengamati orang-orang di bandara. Di saat mau mengantri, aku membaca setiap tulisan yang bisa dijadikan petunjuk, akhirnya aku ke kaunter 39, karena aku baca ada “ASEAN” nya, lalu aku lihat orang-orang yang ada di antrian kaunter tersebut memegang Passport Indonesia (Hijau), meski cukup panjang, aku ikut antri, sambil mengamati lagi, apa langkahku sudah benar. Aku nyaris diam sepanjang antrian, tidak ada usah betanya-tanya. Aku merasa belum perlu menggunakannya. Akhirnya tiba giliranku, aku nggak tahu apa yang mesti diserahkan ke petugas imigrasi, kuserahkan aja semua, passport dan tiketku, lalu petugas itu melakukan tugasnya, aku berdo`a semoga ngak ada masalah, aku milih diam saja sambil berusaha tetap tenang, petugas sempat bertanya apa aku akan kembali lagi, kujawab aja singkat “Tidak”, akhirnya petugas memberi cap stempel pada passportku, lalu memberikannya padaku, aku pun lalu masuk, sambil menoleh ke belakang. Ku lihat Kori melambaikan tangan, sesuai “petunjuk” aku pun ikut melambaikan tangan, tanda aku sudah “bebas” dari urusan imigrasi.

Tanpa berlama-lama lagi aku langsung berjalan meski belum tahu arah mana yang mesti ku tuju, alhamdulilah, ku dengar suara petunjuk dari petugas bandara kemana aku harus menuju pesawat yang bakal ku naiki nanti, sector G2, tepat sebelah kanan, seperti yang dikatakan Bang Tilang. Mataku terus mengamati dimana letak G2 tersebut. Akhirnya kutemukan Kaunter G2, di sana sudah “menunggu” petugas security, kuamati orang-orang di sana (tentu saja dengan cepat), lalu aku melakukan seperti yang mereka lakukan, kebetulan yang ku bawa tinggal tas pinggang, 2 tas yang lain sudah dimasukkan kargo. Kalau tidak salah Cuma aku yang menjalani 2 kali pemeriksaan. Biasanya begitu masuk pintu detector langsung ambil barang yang diperiksa di detector barang. Namun, saat itu aku diminta untuk diperiksa oleh petugas di samping depan pintu detector tadi, petugas tersebut memeriksa “tubuhku” dari luar sampai ke kaki, topi yang kupakai diminta untuk dilepas, lalu kantong kiriku yang keliahatan “gemuk” diminta untuk dikeluarkan isinya, yang Cuma handuk kecil. Mungkin petugas tersebut perlu menyakinkan saja, soalnya face ku seperti orang Arab dengan jenggot kebetulan agak sedikit panjang karena belum sempat di cukur J ditambah lagi aku pakai celana panjang yang banyak kantong di kiri dan kanannya J Namun, aku merasa masih wajar-wajar saja koq, mereka masih sopan, mereka hanya menjalankan tugas saja.

Selanjutnya setelah pemeriksaan tersebut (tidak terlalu lama), aku mengambil tas pinggangku, alhamdulillah lulus sensor. Lalu aku menuruni tangga escalator, di bawah tempat menunggu menunggu sebelum berangkat, tempatnya cukup luas, sejuk, ada TV dan dindingnya dari kaca, sehingga aku bisa lihat pemandangan KLIA waktu fajar hinga matahari mulai menyingsing. Sejauh ini, sikapku terlihat tenang-tenang saja, seperti orang yang sudah pengalaman saja, padahal ini pengalaman pertamaku, alhamdulillah Allah memudahkan semuanya. Sambil berjalan memasuki tempat menunggu tersebut, mataku langsung dengan cepat mengamati, aku langsung dapat informasi di mana tandasnya (WC)

Rabu, 21 Januari 2009

AntiVirus PCMAV 1.92


Telah terbit, majalah PC Media edisi 02/2009 yang disertai ekstra Buku Quick Guide to Outlook 2007. Bersamaan dengan itu, PC Media Antivirus versi terbaru, kembail dirilis. PCMAV 1.92 mampu mengenali dan mengatasi 2.493 virus beserta variannya yang banyak menyebar di Indonesia.

Pada rilis tersebut, PCMAV mengalami beberapa perubahan, salah satunya adalah disertakannya engine cleaner khusus yang dapat mengatasi varian baru Windx-Maxtrox yang banyak menyebar.

APA YANG BARU?
a.Ditambahkan, database pengenal dan pembersih 48 virus
lokal/asing/varian baru yang dilaporkan menyebar di Indonesia.
Total 2493 virus beserta variannya yang banyak beredar di
Indonesia telah dikenal di versi 1.92 ini oleh engine internal PCMAV.

b.Diperbarui, cleaner khusus yang dapat mengatasi varian baru
virus Windx-Maxtrox yang dapat menginfeksi file executable.

c.Diperbarui, rutin yang bertugas dalam melakukan pencarian file.

d.Diperbaiki, rutin pembasmian untuk virus yang terdeteksi oleh engine
ClamAV statusnya menjadi “Deleted” dan bukan “Cleaned”.

e.Ditambahkan, pesan konfirmasi saat hendak menghapus virus yang
dideteksi oleh engine ClamAV yang kemungkinan telah menginfeksi
dokumen office seperti DOC & XLS.

f.Ditambahkan, engine heuristic yang dapat mendeteksi varian baru
yang banyak menyebar.

g.Diperbaiki, kesalahan deteksi (false alarm) heuristik pada beberapa
program dan script.

h.Diperbarui, perubahan beberapa nama virus mengikuti varian baru yang
ditemukan.

i.Perbaikan beberapa minor bug dan improvisasi kode internal untuk
memastikan bahwa PCMAV Cleaner & PCMAV RealTime Protector lebih
dari sekadar antivirus biasa.

JANGAN SAMPAI KEHABISAN (LAGI):
Dapatkan segera PCMAV 1.92 yang telah disempurnakan hanya dari majalah PC Media 02/2009 yang telah terbit. Segera pesan dan dapatkan di kios/agen terdekat, jangan sampai kehabisan.

Pertanyaan teknis harap disampaikan langsung ke redaksi PC Media melalui e-mail dengan sebelumnya Anda telah membaca dan memahami isi README.TXT. Dan kami akan berterimakasih jika Anda dapat meluangkan waktu untuk memberikan komentar sebatas penggunaan PCMAV 1.92 ini sebagai masukan dalam pengembangannya.

Download PCMAV 1.92 + Update Build 1

Download Update Build 2 PCMAV


Download Update Build 3 PCMAV

Sumber Virusindonesia.com