Selasa, 30 Desember 2008

Met Tahun Baru Islam 1430 Hijriyah

Demi Masa, Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugian, Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal shaleh dan nasehat-menasehati supaya menta`ati kebenaran dan nasehat-menasehati supaya menetapi kesabaran“. (Qs.Al-Ashr :1-3 )

Tahun 1429 Hijriyah telah meninggalkan kita, banyak di antara kita yang mengisi acara pergantian tahun dengan caranya masing-masing. Sebenarnya ada hal yang positif dan lebih bermanfaat, yaitu dengan memperbanyak do`a, baik untuk diri kita sendiri, keluarga kita, maupun untuk bangsa kita yang tercinta ini, agar bangsa kita ini segera keluar dari cobaan yang diberikan-Nya, dan agar Allah memberikan petunjuk kepada para pemimpin kita untuk lebih taat kepada-Nya dan dapat segera membawa bangsa kita menjadi seperti apa yang kita cita-citakan.

Selain itu ada baiknya saat ini kita melakukan tafakkur (introspeksi) terhadap diri kita. Imam Syafi`i pernah berkata ”Tafakkur satu jam, lebih baik dari ibadah satu tahun”. Kalimat ini jangan diartikan mentah-metah, sebab bagaimana mungkin amalan yang dilakukan satu jam lebih baik dari ibadah selama satu tahun ?. Sebenarnya dalam hal ini Imam Syafi`i tidak mengajak agar orang melakukan tafakkur satu jam, lalu tak perlu beribadah selama satu tahun, sama sekali tidak. Imam Syafi`i hanya ingin menekankan pentingny merenung, instropeksi, dan mengevaluasi amalan-amalan yang telah kita lakukan.

Namun untuk mengevaluasi amalan, kita tidak perlu menunggu selama satu tahun. Alangkah baiknya kalau setiap hari kita selalu mengevaluasi amalan-malan kita, agar kita bisa memperbaiki diri kita dengan cepat tanpa menunggu satu tahun. Kalau begitu berarti apa yang difirmankan Allah dalam surat Al-Ashr itu menjadi kenyataan, karena memang kita sebenarnya berada dalam kerugian. Kita selalu menunda-nunda untuk berbuat baik padahal kita disuruh untuk berlomba-lomba dalam berbuat kebaikan, kita selalu menunda-nunda untuk menjalankan perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, padahal kita tidak tahu kapan dan berapa lama lagi kita hidup di dunia ini, karena kalau nafas sudah sampai di tenggorokan, sudah terlambat bagi kita untuk berbuat kebaikan dan sudah tertutup pintu taubat bagi kita. Untuk itu mari kita gunakan waktu yang tersisa ini untuk memperbaiki ke-Islaman kita agar menjadi Muslim yang Kaffah (utuh).

Jadi, apa itu Hijrah menurut makna sekarang?. Hijrah berarti meninggalkan segala perilaku jahilliyah kita (segala sesuatu yang dilarang oleh Allah) dan melakukan segala sesuatu yang diridhai dan diperintah oleh Allah Swt. Semua ini akan terasa berat jika tidak dilandasi dengan niat ikhlash mengharap ridha dari Allah Swt atau jika kita memiliki BAKATâ. BAKATâ di sini adalah istilah saya untuk Bisa Ada Kalau Ada niaT / Tekad, yang kuat, tulus, bersih dan ikhlash. Karena boleh jadi apa yang kita benci / tidak suka / enggan melakukannya, di dalamnya terdapat kebaikan bagi kita, begitu juga sebaliknya, boleh jadi apa yang kamu sukai di dalamnya terdapat keburukan bagimu. Contoh simplenya : Jika kita disuruh untuk memilih minum jamu atau sirup. Kalau kita pilih jamu, boleh jadi akan merasakan pahit jika meminumnya, tapi efek selanjutnya adalah membuat badan kita menjadi sehat, segar dan bersemangat. Sebaliknya jika kita pilih sirup boleh jadi kita akan merasakan manis jika meminumnya, tapi bisa jadi efeknya malah menimbulkan penyakit. Jadi, memang sesungguhnya surga itu dikelilingi oleh hal-hal yang tidak disukai oleh nafsu kita, sebaliknya neraka itu dikelilingi oleh hal yang disukai oleh nafsu kita.

Selain itu makna lain Hijrah seperti yang saya uraikan di atas adalah bagaimana kita menyukai suatu perubahan, selagi perubahan itu bernilai positif, baik bagi kita sendiri maupun bagi orang lain, dan tentu saja sebagai Muslim perubahan tersebut tidak keluar dari hukum Islam. Dan saya yakin Allah senang terhadap orang yang mau merubah dirinya menjadi lebih baik. Bukankah Allah berfirman pada Surat Ar Ra`d (13) :11 “…. Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu kaum, sehingga mereka mengubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri. ..

Kembali ke masalah Tafakkur (instropeksi), hal ini perlu kita lakukan karena merupakan cermin bagi setiap orang untuk menata langkah hidupnya yang tersisa. Dalam Islam, perhargaan terhadap fungsi masa lalu , terletak pada dua hal mendasar.

Pertama, untuk dijadikan sebagai tempat dalam mengambil pelajaran. Maksudnya adalah apa yang telah kita lakukan pada masa lalu dijadikan tempat bercermin. Apa yang buruk tidak boleh kita ulangi, sedang apa yang baik harus ditingkatkan. Banyak orang sukses yang belajar dari masa lalunya, bahkan ada istilah “kegagalan merupakan keberhasilan yang tertunda”.

Kedua, masa lalu adalah anak tangga sejarah yang harus disambung dengan anak tangga yang baru. Hidup ini merupakan perjalanan dari generasi ke generasi, di mana setiap generasi mengambil peran di zamannya masing-masing. Untuk itu sudah saatnya kita mengambil tongkat estafet dari generasi sebelum kita dalam hal menegakkan agama Allah ini dan dalam membangun negeri yang kita cintai ini, sudah saatnya orang tua-tua kita beristirahat atas perjuangannya, kini giliran kita untuk mengambil peran itu pada generasi kita, agar memberikan irama dan semangat yang baru untuk mendukung perubahan itu sendiri. Tafakkur hendaknya kita mulai dari diri kita sendiri. Orang yang mengerti bahwa dirinya tidak akan pernah diselamatkan oleh orang lain, tentu akan lebih peduli kepada dirinya sendiri -karena orang yang mengenal dirinya sendiri, dia akan mengetahui secara pasti bahwa dia memiliki potensi di luar dugaannya - (masalah ini pun akan dibahas tersendiri).

Di akhirat nanti, siapapun kita, akan memikul sendiri segala perbuatan yang telah kita lakukan. Hendaknya kita bisa mengira-ngira sejauh mana sebenarnya prestasi amal yang telah kita perbuat. Al-Baqillani mengutip sabda rasulullah Saw, ”Sesungguhnya seorang mukmin itu berada di antara 2 hal yang sangat menakutkan. Antara usia yang telah berlalu, ia tidak tahu apa yang diperbuat Allah terhadap usia yang telah lewat itu, dan antara usia yang tersisa, ia tidak tahu apa yang telah Allah tetapkan atas dirinya. Maka hendaklah setiap jiwa mengambil untuk dirinya, dari dirinya sendiri. Dari dunianya untuk akhiratnya dan dari masa mudanya untuk hari tuanya, dan dari hidupnya untuk sesudah kematiannya. Demi zat yang jiwaku ada di tangan-Nya, tidak ada sesudah kematian waktu untuk berusaha. Sesudah dunia tak ada kehidupan kecuali surga dan neraka”.

Ada beberapa langkah praktis yang bisa kita lakukan agar kita terbiasa mengambil pelajaran (ibroh) dari masa lalu, baik dari apa yang telah dilakukan orang lain, maupun dari apa yang kita lihat, kita dengar, kita rasakan dengan seluruh panca indera kita, sekecil apa pun itu, sejelek apapun masalah itu, ambillah hikmahnya. Adapun langkah praktis tersebut adalah :

Pertama, merenung, bermuhasabah atau mengevaluasi amal kita dalam satu hari. Kita hendaknya mengevaluasi diri mejelang tidur kita setiap malamnya, karena ahli surga, bukan hanya diukur dari kuantitas ibadah yang dilakukan, tapi juga dengan mengevaluasi diri kita setiap hari dan menghapus semua rasa gundahnya pada sesama muslim.

Kedua, memiliki agenda harian untk mengevaluasi amal-amal yang telah dilakukan. Agenda harian ini berisi daftar-daftar amal harian yang dianggap wajib dilakukan dan sunat-sunatnya. Contoh, kewajiban Shalat di Masjid, terutama Subuh dan Isya`, memulai pekerjaan dengan bismillah, istighfar minimal 100 kali/hari,dzikrullah, membaca Al-Qur`an, tidak ngomongin orang (gossip), tidak marah, berbuat baik terhadap orang lain dll. Sebaiknya dicatat juga alasan atau hambatan dalam melaksanakannya, dengan harapan untuk dijadikan pengalaman agar bisa diantisipasi pada waktu selanjutnya. Umar ra memberi nasehat “Hisab (hitung)-lah amal-amal kalian sendiri, sebelum amal-amal kalian dihisab oleh Allah di hari kiamat”. Tapi, ironinya, sebagian pemuda sekarang ini salah dalam menafsirkan nasehat ini, kata “hisab” yang mereka maksud adalah kata “hisap”, jadi sekarang banyak orang setiap hari kerjanya “menghisap”, baik menghisap rokok, obat-obatan terlarang, atau bahkan lem juga ikut dihisap, nauzubillah. Hal-hal seperti itu bukannya dapat memperbaiki diri, justru dapat merusak diri (alangkah bodohnya orang tersebut, tapi mereka tidak mengakui kebodohannya tersebut, padahal banyak hal positif lain yang bisa dilakukan).

Ketiga, biasakan menilai dan mempertajam kontrol terhadap diri sendiri. Dalam hal ini, kalau boleh aku mencontohkan dengan diriku sendiri (maaf). Kalau saya ditanya, “Siapa teman terdekatmu ?, maka saya akan jawab “diriku sendiri”(my close friend is my self ), ”terus siapa yang membentuk kepribadianmu seperti ini ?”, saya jawab ”diriku sendiri”, tapi sekali lagi bukannya saya mau sombong, karena semua kebenaran itu datangnya hanya dari Allah. Terus bagaimana caranya?, “caranya adalah jika saya melihat keburukan pada orang lain, aku berusaha untuk menghindarinya, begitu juga sebaliknya, jika saya melihat kebaikan pada diri seseorang, aku akan berusaha sekuat tenaga untuk mencontohnya, tanpa ada rasa gengsi sedikit pun, sebab kebanyakan orang sekarang ini lebih cepat mencontoh hal-hal yang sudah jelas-jelas jeleknya, tanpa perasaan berdosa dan malu sedikit pun”. Intinya sebelum berbuat sesuatu, sempatkanlah untuk bertanya dalam hati kita, ini diridhai oleh Allah atau tidak, ini benar atau salah, bagaimana jika saya diperlakukan seperti ini, jika kita tidak senang, begitu juga dengan orang lain, dan lain-lain. Jadi teorinya sederhana tirulah yang baik dan benar, hindari dan jauhi yang jahat (standarnya illahi). Dan untuk contoh yang baik tentu saja saya meniru tokoh idola saya, yaitu Rasulullah saw, rasanya semua pasti setuju, karena sesungguhnya di dalam diri Rasulullah terdapat suri tauladan (uswatun hasanah) bagi kita semua. (mengenai tokoh idola ada bahasan khusus)

Dan masih banyak lagi cara untuk mengambil pelajaran atau hikmah dari masa lalu kita, dalam Al-Qur`an banyak hal yang bisa dijadikan pelajaran bagi yang memikirkannya, termasuk kegiatan nasihat-menasihati (taushiah) ini (Al-Ashr: 3), sebagaimana sabda nabi saw “setiap mukmin itu adalah cermin bagi saudaranya yang lain”. Cermin sumber informasi yang paling akurat dan jujur tentang berbagai fenomena, berkat cermin kita bisa melihat apa yang perlu kita perbaiki, sehingga jika kita melihat sesuatu yang “kotor” pada cermin kita, maka bukan cermin itu yang kita bersihkan, melainkan kita yang bercermin itulah yang perlu dibersihkan. Kebanyakan yang terjadi adalah kita membersihkan cermin itu, sehingga kita tidak dapat membersihkan sumber penyebab “kotor”nya cermin.

Hidup tak pernah berhenti bergulir. Hari demi hari terus berjalan, tugas kita adalah memanfaatkan kesempatan yang masih disisakan Allah untuk kita. Terlalu banyak pelajaran yang seharusnya membuat kita menjadi lebih baik dari yang telah lalu. Terlalu banyak pengalaman yang seharusnya menjadikan kita berhati-hati dan beritung matang untuk melangkah. Terlalu banyak peringatan yang Allah berikan untuk menyadarkan kita agar tidak mengulangi kesalahan yang sama. Ingat! jangan sampai terantuk pada batu yang sama. Kita tidak tahu kapan waktu yang tersisa ini habis masa pakainya, adakah kita masih menunda-nunda dan menyatakan kita masih belum siap ???

Marilah kita merenungi kembali apa-apa yang telah saya sampaikan ini, agar bermanfaat bagi kita semua, jika apa yang saya sampaikan ini benar, sesungguhnya kebenaran itu datangnya dari Allah, kalau ternyata ada kesalahan itu tidak lain karena kekhilafan saya, untuk itu saya minta maaf, dan tolong disampaikan langsung kepada saya, saya akan menerimanya dengan senang hati segala saran dan kritik yang membangun, demi kelangsungan kewajiban kita untuk saling ingat-mengingatkan ini. Semoga ini bermanfaat bagi peningkatan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah Swt, dan dalam kerangka demi terwujudnya Muslim yang kaffah. Kepada Allah saya mohon ampun atas kekhilafan saya dan mungkin ada sedikit rasa sombong pada saya. Perlu diingat bahwa saya bukanlah orang yang paling beriman dan bertaqwa, saya hanyalah orang yang selalu berusaha dengan segenap kemampuan yang saya miliki untuk berubah ke arah yang lebih baik, ideal dan diridhai oleh Allah. Mari kita bangun dari tidur kita yang panjang, tataplah masa depan yang akan menghampiri kita, akankah kita mengisi masa depan kita dengan sesuatu yang jelek, sesuatu yang jauh dari a mari kita memulai memberikan yang diinginkan oleh diri kita, untuk selanjutnya kita memberikan apa yang bisa kita berikan kepada orang lain, lalu bersama mereka kita berikan sesuatu kepada negara dan agama kita yang kita cintai ini.

Akhir kata saya minta maaf lahir dan batin (taqabalallahu minna wa minkum), semoga Allah selalu melimpahkan nikmat, rahmat dan hidayah-Nya kepada kita semua, dan semoga Allah membukakan pintu hati kita untuk menerima kebenaran dari-Nya. Amiin

(ary)


Sabtu, 13 Desember 2008

Mengenal Diri, Melejitkan Potensi

Orang hanya akan menjadi lebih baik jika bisa melihat diri sendiri yang sebenarnya

( Anton Chekhov )

Kata bijak pada halaman pembuka artikel ini menyiratkan kedalaman kata dan pengalaman seorang Anton Chekhov dalam upayanya mengenal dirinya sendiri. Saya sangat sependapat dengan ungkapan bijaknya tersebut, karena apa yang dia rasakan, dialami pula oleh saya, meskipun jauh sebelum saya “mengenal” Anton Chekhov, saya pun telah menyadari akan hal itu, dan saya yakin tidak hanya kami yang menyadari itu Anda pun demikian, ya nggak ?.

Anda mungkin juga pernah menonton film Matrix sekuel pertama yang dibintangi oleh Keanu Reaves. Nah, di Film tersebut kita melihat kalimat yang berbunyi “Kenalilah Dirimu Sendiri / Known Your Self “ di atas pintu masuk rumah seorang wanita yang dipercaya sebagai peramal dan penolong dalam film itu. Konon, kalimat tersebut sudah ada sejak zaman yunani kuno, yang mana terletak di atas pintu masuk sebuah kuil kuno di sana, di tulis oleh seorang Filsuf terkenal Socrates. So, orang-orang yunani kuno dahulu begitu menyadari kekuatan dari mengenal diri sendiri ini.

Mahatma Gandhi juga pernah berkata " Ketika buku upanishad, aku mengambil 3 prinsip pokok sebagai pegangan hidupku. Pertama, hanya ada satu pengetahuan di dunia, yaitu pengetahuan tentang diri, Kedua, Siapa mengenal dirinya, pasti dapat mengenal Tuhannya, Ketiga, hanya ada satu kekuatan di dunia ini, yaitu kekuatan menguasai diri".

Dan tidaklah berlebihan kalau kita pun hendaknya mengenal diri kita sendiri, karena kita menyadari betapa pentingnya mengenal diri kita secara utuh atau sebenarnya, sebagaimana kita juga diharapkan untuk memahami Islam secara utuh (Kaffah), Betul ?

Dengan mengenal diri kita secara benar maka kita akan mendapatkan sumber informasi yang paling akurat mengenai diri kita yang sebenarnya, karena upaya mengenal diri ini diibaratkan dengan cara kita bercermin, di mana cermin akan memberikan informasi seputar diri kita baik secara fisik maupun secara non-fisik. Artinya setelah kita mengetahui informasi mengenai diri kita yang diberikan oleh cermin tadi, maka kita mulai mempersiapkan langkah apa yang perlu kita lakukan untuk memperbaiki kekurangan yang diberikan oleh cermin tadi, dan yang perlu diperbaiki adalah sumber informasi tadi, yaitu kitanya, bukannya cerminnya yang perlu kita perbaiki, sebab kalau seperti itu sama aja donk kayak cerita dongeng cermin ajaib, dimana dalam cerita itu ada seorang yang bertanya pada cermin ajaibnya tentang siapa yang paling cantik di “dunia”, lalu cermin itu menjawab bahwa yang paling cantik adalah seorang putri di negeri antah berantah, mendengar itu ia tidak terima, ia menyalahkan cerminnya itu, bukannya melihat kenyataan yang ada pada dirinya. Ok kurang lebih begitu ceritanya, salah-salah dikit dimaafkanlah.

Dalam tulisan saya tentang Tafakkur/Introspeksi/Muhasabbah, di situ pernah disinggung mengenai “seseorang yang tidak menyadari dan mengerti bahwa tidak akan penah diselamatkan oleh orang lain, tentu akan lebih peduli kepada dirinya sendiri”. Artinya tiap orang menanggung dosa masing-masing atas perbuatannya sendiri.

Salah satu inti dari pengenalan diri ini adalah Tafakkur, satu di antara yang saya renungi dalam rangka pengenalan diri adalah masa lalu saya, ada orang yang mengatakan bahwa masa lalu adalah untuk dilupakan –mungkin orang tersebut mengalami banyak masa-masa pahit dalam kehidupannya-, tapi tidak bagi saya karena kalau tidak ada masa lalu maka tidak “ada” saya. Karena saya merasa masa lalu saya ternyata memiliki “kekuatan” yang sangat besar, yang membentuk saya menjadi seperti sekarang ini.

Saya mengamati apa-apa yang saya pikirkan, ucapkan dan saya lakukan pada masa kecil hingga sekarang ini, banyak yang terjadi secara spontanitas artinya sesuatu yang dilakukan tanpa ada yang mengajari secara langsung. Saya lalu berpikir, mungkin ini karena sejak kecil kami secara tidak langsung dilatih untuk mandiri, suka atau tidak suka kami harus melakukannya - karena suatu alasan tertentu yang tidak mungkin saya uraikan di sini -.

Singkatnya, mungkin hal inilah – salah satunya - yang membuat saya menjadi lebih cepat “matang” dibanding dengan orang-orang sebaya saya. Sehingga tidaklah heran kalau cara saya memandang hidup ini berbeda sekali dengan orang-orang sebaya saya, dan terkadang saya merasa lebih tua dari umur saya yang sebenarnya. Hal ini pula yang terkadang menuntut saya untuk menyesuaikan diri saya dengan pola pikir orang-orang sebaya saya, tanpa saya perlu menjadi seperti mereka.

Dari kemandirian tersebut saya juga “dituntut” untuk mandiri dalam segala hal, termasuk mandiri dalam berpikir, nah lo, anak sekecil itu –bait lagunya Iwan Fals- sudah “disuruh” mikirin hal-hal yang “berat” untuk bisa survive dalam hidupnya di tengah-tengah orang-orang yang beraneka watak dan perilaku. – pantes bae sekarang kurus mak ini.

Dalam kemandirian berpikir itu pula, dalam menilai sesuatu saya selalu mengambil hikmah dari apa-apa yang saya lihat, dengar, rasakan dengan seluruh indera yang saya punyai –alhamdulillah masih lengkap-. Dengan begitu berarti saya selalu “berdialog” dengan hati saya –hal terpenting dalam introspeksi diri-, dan saya yakin suara hati adalah “suara” Tuhan atau istilahnya Hidayah yang Allah berikan padaku, bukankah sesuatu yang benar itu datangnya hanya dari Allah, betul ?.

Kita mungkin bisa menjauh dari orang yang tidak kita sukai, tapi bisakah kita menjauh dari diri/hati kita ?, jawabnya tentu saja tidak bisa, karena kalau kita “bermusuhan” dengan diri kita, itu sama saja dengan mati, kita seperti mayat hidup, hidup kagak mati pun enggan, jiwa kita tidak tenang, gelisah, kacau, tidak memiliki visi ke depan, hampa dan lain-lain, inilah ciri orang yang jiwanya kosong, ‘memusuhi” diri/hati sama saja “bermusuhan” dengan Allah. Sebab bagaimana asma Allah akan masuk dalam dirinya, jika cahaya hatinya telah padam, hatinya telah buta dan mengeras bagaikan batu karang yang kokoh. (baca tulisan saya “Menggapai Hidayah Allah”).

Yach, itulah satu hal yang saya dapatkan dari mengenal diri saya secara lebih baik, untuk hal-hal yang lainnya Anda bisa membaca dan memahami tulisan-tulisan saya. Di sana Anda akan melihat secara jelas proses “penyelaman” pada diri saya, yang bukan tidak mungkin, apa yang saya pikirkan, ucapkan dan saya lakukan memiliki persamaan dengan Anda maupun orang lain. Hal tersebut biasa terjadi, asalkan kita mau mengambil hikmah dari apa-apa yang kita lihat, dengar, rasakan oleh seluruh indera yang kita punyai.

Kelihatannya kita terkadang lebih sering menilai orang lain dibandingkan menilai diri sendiri. Padahal menilai diri kita sendiri sangat perlu dilakukan, karena dengan banyak menilai diri, maka banyak informasi yang akan kita dapatkan dan kita temui, dalam rangka untuk Manajemen Diri (Mandiri), Pengenalan Diri (PD), serta Pengembangan Diri (Personal Development) secara lebih baik. Dengan Manajemen Diri dan Pengenalan Diri yang baik, maka kita telah mengenal diri kita lebih baik dibanding orang lain, bukan sebaliknya, orang lain yang lebih mengenal diri kita dibandingkan diri kita sendiri.

Setelah mengenal diri kita dengan baik, kita akan menyadari betapa berartinya diri kita, dan betapa pentingnya diri kita, sehingga kita perlu menjaga diri kita dengan sebaik-baiknya agar tidak ternoda oleh hal-hal, atau sesuatu yang merusak dan menjauhkan diri kita dari kebenaran, kebenaran yang datangnya hanya dari Allah SWT.

Sekali lagi saya ingin menyampaikan, orang yang menyadari dan mengerti betul bahwa dirinya adalah hal terpenting dan harta karun yang tak ternilai harganya di dunia ini, tentu tidak akan mau merusak dirinya dengan hal-hal yang dapat merusak dirinya, baik secara lahiriah maupun secara ruhaniah. Dia akan menghargai dirinya sebagaimana dia ingin dihargai dan menghargai orang lain. Ingat ! Orang yang dapat mengenal dirinya secara lebih baik maka ia dapat mengenal orang lain secara lebih baik pula.

Untuk menutup tulisan ini, saya akan menyampaikan kata orang-orang bijak, yang Insya Allah akan melengkapi makna tulisan ini sehingga akan menambah sedikit pemahaman kita tentang tulisan ini. Silahkan merenung !.

Anda cuma hidup sekali saja di dunia ini, tetapi jika Anda hidup dengan benar,

sekali saja sudah cukup

------------------------

Kita belajar lebih banyak dari orang yang belajar sendiri

------------------------

Percayalah kepada orang yang sudah mengalami apa yang dikatakannya

------------------------

Negara akan jatuh kedalam kegelapan bila penguasa dan rakyatnya tidak yakin

akan dirinya sendiri

------------------------

Seorang mukmin adalah cermin bagi saudaranya sesama mukmin ( Rasullullah Saw )

----------------------------------------------

Berbahagialah orang yang disibukkan oleh aibnya sendiri sehingga tidak memperhatikan aib orang lain (Rasullullah Saw)

----------------------------------------------

Di antara tanda baiknya keIslaman seseorang, ialah meninggalkan apa-apa yang tidak bermanfaat

(HR. Tirmidzi)

----------------------------------------------

Orang bijak adalah dia yang hari ini mengerjakan apa yang orang lain akan mengerjakannya

tiga hari kemudian

( Abdullah Ibnu Mubarak )

Tidak peduli seberapa lambat jalanmu, yang penting adalah jangan pernah berhenti berjalan (Confucius )

------------------------

Melalui pengalaman kita dapat menjadi bijaksana

------------------------

Semakin banyak hal yang diketahui seseorang, maka ia akan mengerti bahwa semakin banyak lagi yang perlu diketahui

------------------------

Memiliki waktu senggang tanpa belajar adalah sia-sia.

----------------------------------------------

Langkah pertama mencapai keberhasilan adalah melakukan suatu perkerjaan kecil dengan sebaik-baiknya dan dengan cara yang benar, hingga keberhasilan dapat tercapai.Setelah itu lakukanlah pada hal yang lebih besar

(ary)