Selasa, 28 Oktober 2008

Berpikir Positif

Berpikir Positif atau dalam Islam dikenal dengan istilah “Huznuzon” atau berbaik sangka. Jika berbicara mengenai hal tersebut maka sebelumnya kita bahas dulu tentang pikiran itu sendiri. Kita sudah tahu bahwa “ Kita ini adalah apa yang Kita pikirkan”. Untuk lebih jelasnya saya akan berbagi salah satu pengalaman saya mengenai hal ini.

Suatu hari saya mencoba ‘mengubah’ pola pikir saya bahwa besok itu hari Jum`at bukan hari Kamis (waktu itu yang benarnya besok itu hari Kamis). Sebelum tidur sekali lagi saya pastikan bahwa saya berpendapat bahwa esok hari adalah hari Jum`at. Dan Anda tahu apa yang terjadi esok harinya ?. Tepat seperti yang Anda perkirakan. Saya seolah “terhipnotis”, waktu itu saya benar-benar beranggapan hari itu (Kamis, red) adalah hari Jum`at. Dan Anda pasti tahu, hari Jum`at bagi Muslim yang laki-laki adalah waktunya untuk shalat Jum`at. Jadi, karena pikiran saya masih beranggapan waktu itu hari Jum`at, maka aktivitas saya pun seperti layaknya pada hari Jum`at beneran, sampai waktu mendekati jam 11 siang, saya mulai mandi, habis itu saya bersiap-siap dengan pakaian muslim saya, lalu saya lihat kuku saya mulai sedikit panjang, jadi saya potong, lalu saya menyiapkan uang buat celengan Masjid dan uang jaga sandal. Pakaian sudah pas, sarung juga, minyak wangi apalagi, siip dach pokoknya. Karena saya pikir itu hari Jum`at, maka sudah menjadi kebiasaan, setengah jam sebelum adzan, saya sudah pergi ke Masjid dekat rumah. Jadi, waktu itu baru sekitar pukul. 11.30, saya berangkat ke Masjid. Lucunya, orang di rumah nggak heran tingkah laku saya waktu itu, jadi saya tetap belum “sadar”. Selanjutnya, saya pun ke Masjid, sekitar 5 meter dekat Masjid, baru saya “sadar”, karena Masjid ‘sepi’ untuk ukuran shalat Jum`at. Saya pun tersenyum sendiri, akan tingkah laku saya hari itu. Akhirnya daripada “campah” saya ke rumah teman saya nggak jauh dari Masjid, melihat saya dengan pakaian rapi, wangi lagi, temen saya berkata “ wah, tumben nih, rapi nyan cak nyo, Oo.. sekalian shalat dzuhur ya ?”, lalu saya jawab “o.. iya, lagi nunggu adzan”. Dalam hati saya berkata “wah untung dia nggak curiga, nggak tahu dia apa yang telah aku lakukan ini, “.

Nah, Anda sudah bisa menggambarkan situasi apa yang terjadi pada cerita pengalaman saya ini. Untung waktu itu saya berpikir waktu itu bahwa hari itu Jum`at, coba kalau saya berpikir hari itu adalah hari raya, atau hari-hari yang lain. Wah, sudah bisa ditebak apa yang akan terjadi. Jadi, yang ingin saya sampaikan dari cerita di atas adalah bahwa “ Apa yang kita pikirkan akan mempengaruhi tindakan kita “. Anda lihat sendiri, karena saya berpikir hari itu adalah hari Jum`at, maka seluruh tindakan saya pun bertindak sebagaimana kebiasaan yang saya lakukan pada hari Jum`at. Otak saya lalu ‘mengirim’ pesan ke syaraf-syaraf yang ada di seluruh tubuh saya. Bahkan sampai hal-hal yang terkecil pun saya lakukan persis sama.

Hubungannya cerita di atas dengan berpikir positif pun akan terlihat kaitannya. Artinya, kita sudah tahu bahwa “Kita adalah apa yang kita pikirkan” dan “ Apa yang kita pikirkan akan mempengaruhi tindakan kita”. Maka jelaslah bahwa jika kita bisa Berpikir Positif mengenai sesuatu hal atau seseorang, maka tindakan yang kita lakukan pun menjadi positif.

Memang sepintas kita akan berpikir sulit untuk melakukannya. Namun, jika kita ingat kembali bahwa “kita adalah apa yang kita pikirkan”, jika kita berpikir sulit, maka tubuh kita akan merespon pikiran kita tadi, sehingga hal tersebut memang menjadi sulit untuk dilaksanakan. Sebaliknya, jika kita berpikir itu mudah, maka tubuh kita pun akan merespon sehingga hal itu bisa dilakukan, selanjutnya kita serahkan prosesnya pada usaha yang kita lakukan. Adakalanya memang tidak semuanya bisa kita terapkan cara Berpikir Positif, namun tidak sedikit pula hal yang bisa kita terapkan cara Berpikir Positif ini. Ini semua kembali lagi kepada usaha yang kita lakukan. Apakah usaha yang kita lakukan udah maksimal, atau belum. Kalau belum berarti kita nggak boleh berkata kita nggak bisa.

Untuk itu kita perlu yang namanya “Latihan”. Saya sendiri terus berlatih untuk Berpikir Positif. Dan saya bukanlah orang yang paling Berpikir Positif, namun tidak sedikit pula telah saya terapkan. Tujuan saya menulis tentang Berpikir Positif ini juga sebagai sebagai kontrol bagi saya bahwa saya pernah mengajak orang untuk Berpikir Positif. Jadi, dengan begitu saya pasti akan selalu berusaha untuk Berpikir Positif. Nah, salah satu agar kita bisa melatih Berpikir Positif, yaitu jika kita mengalami hal yang menuntut kita untuk berpikir positif, anggap kita sebagai penonton sebuah film atau sinetron drama di televisi, atau pengamat sepakbola di TV.

Bukankah, jika kita sedang menonton acara TV, kita menjadi seperti orang yang ‘serba tahu’. Ketika kita sedang menonton sinetron di TV, terkadang emosi kita muncul melihat kesalah-pahaman yang ditimbulkan oleh orang-orang dalam sinetron itu, atau seperti kita meonton acara pertandingan sepak bola. Karena kita penonton, kita tahu yang sebenarnya terjadi, Misalnya, si cowok A sedang berbincang-bincang dengan si cewek B, lalu si cewek C dari kejauhan melihat pacarnya si A, sedang berduaan di restoran dengan si cewek B, timbulah kemarahannya. Sehingga tanpa pikir lagi –biasanya cewek seperti itu- langsung melabrak si A dan si B, tanpa memberi kesempatan kepada mereka untuk menjelaskan permasalahannya. Dengan marah-marah sambil menangis lalu pergi, tanpa mendapat penyelesaiannya.

Nah, kita sebagai penonton tahu kalau ternyata si cowok A dan si cewek B ini adalah kakak beradik, dan mereka lagi membicarakan masalah keluarga. Kelihatannya kan sederhana, namun karena si cewek C tadi tidak Berpikir Positif, maka yang terjadi adalah kesalahpahaman. Dan lagian kita nggak perlu emosi, itu kan hanya film, namun jika kita perhatikan banyak hal-hal di film tersebut, juga sering terjadi dalam kehidupan kita. Bahkan kalau kita mau mengambil hikmah dari film/sinetron tersebut, dalam artian tidak hanya mengambil nilai hiburannya saja, mestinya kita makin terlatih dan terbiasa dalam menghadapi kejadian yang sama.

Jadi, jika kita mengalami hal yang sama seperti yang terjadi di film, kita nggak kaget lagi, atau mungkin kita bisa aja ngomong dalam hati kita “wah, kamu mau seperti adegan di film itu yach, gue akan terpengaruh, gue nggak akan marah “.

Bagi yang tidak “hobi” nonton, mungkin bisa mencoba teori saya yang satu ini, sebenarnya ini bukanlah sekadar teori. Teori ini saya ambil melalui pengamatan dan pengalaman pribadi saya. Kita bisa belajar Berpikir Positif dengan meniru cara kerja Pemulung. Bicara soal profesi pemulung, mengingatkan saya pada masa kecil dulu. Ketika itu –waktu masih di SD- saya melihat sesuatu yang menarik bagi saya di gerobak sampah, karena saya begitu ingin memilikinya, saya ‘kejar’ gerobak sampah itu, dan saya ‘merayu’ bapak yang mengangkut sampah itu, mungkin karena kasihan atau apa, akhirnya beliau memberikan barang yang saya inginkan itu.

Nah, entah karena kejadian itu atau memang sebelumnya sudah begitu, namun satu hal yang pasti, sampai sekarang saya masih suka ‘melirik’ tempat-tempat sampah yang di situ ada sesuatu yang menarik bagi saya, atau ada yang bisa saya manfaatkan dari ‘sampah-sampah’ itu. Jadi, barang-barang yang saya buang, biasanya sudah melalui tahapan-tahapan seleksi yang cukup ketat, dalam artian barang-barang yang benar-benar tidak bisa lagi saya daur ulang untuk menjadi sesuatu yang bermanfaat, atau saya lagi ‘sumpek’ dengan barang-barang itu.

Bisa dibilang, baik secara langsung maupun tidak langsung, saya bisa belajar mengenai sesuatu, salah satunya adalah Berpikir Positif, dari teori pemulung tadi. Kalau kita amati secara sederhana cara kerja pemulung, tentu kita akan melihat bagaimana seorang pemulung tidak melihat sampah sebagai suatu hal yang negatif, dia berpikir bahwa di tumpukan sampah tersebut pasti ada sesuatu yang bisa mereka ambil, baik untuk diolah sendiri maupun untuk dijual lagi. Dari situ bisa kita ambil hikmah bahwa ada sesuatu yang positif yang bisa kita pikirkan jika kita mau.

So, jika kita mau Berpikir Positif, maka tindakan kita pun menjadi positif. Maksudnya, dalam hal seperti kesalah-pahaman tadi, maka tindakan positifnya adalah menyelidiki kebenarannya, bukan dengan langsung marah-marah dan lain-lain. Itu hanya tindakan yang didasari oleh pikiran negatif, sehingga tindakannya pun negatif, hanya mengandalkan emosi sesaat, yang bukannya menyelesaikan masalah dengan kompromi melainkan dengan menimbulkkan konflik baru. Padahal konflik yang tidak sehat, hanya akan menghabiskan tenaga, pikiran dan waktu dengan sia-sia. Hanya akan membuat diri kita capek tidak karuan.

Inti dari yang ingin kita lakukan terletak pada perubahan sikap mental kita. Seberapa besar kemauan kita untuk mengubah cara berpikir kita. Untuk itu kita harus selalu terus mau belajar tentang hidup ini, dan walaupun perubahan pikiran kita memerlukan usaha dan pengorbanan, ini jauh lebih baik daripada terus hidup sebagaimana adanya, tanpa ada sedikit pun perubahan yang positif.

Dan Allah pun mengingatkan kita bahwa Allah SWT tergantung prasangka hambanya jika hamba-Nya berprasangka baik, maka Allah pun demikian, sebaliknya jika hamba-Nya berprasangka buruk kepada-Nya maka Allah pun demikian. Contohnya, jika kita berprasangka baik kepada-Nya bahwa Allah SWT, akan mengabulkan Do`a kita, maka Allah pun akan mengabulkann Do`a kita. Begitu juga sebaliknya, bagaimana Allah akan mengabulkan do`a hamba-Nya, jika kita berburuk sangka pada-Nya, Betul ?.

So, marilah kita berusaha untuk Berpikir Positif dalam setiap hal, sekaligus menjadi contohnya, karena saat ini, bangsa, negara, dan masyarakat kita sedang memerlukannya.

Wallahua`lam bishshawab.

(ary)

Tidak ada komentar: